22 October 2015

APA ITU HARI 'ASYURO ? DAN PENJELASAN TENTANGNYA

�� APA ITU HARI 'ASYURO ?

Hari ‘Asyuro’ adalah hari kesepuluh di bulan Muharram.

Telah diriwayatkan dari Aisyah -Rodhiyallohu ‘anha- bahwasanya dia berkata:
كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية، وكان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يصومه في الجاهلية، فلما قدم المدينة صامه، وأمر بصيامه، فلما فُرِضَ رمضان ترك يوم عاشوراء، فمن شاء صامه، ومن شاء تركه.

“Dahulu pada masa jahiliyyah, orang-orang Quroisy berpuasa pada hari ‘Asyuro’, Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- pada masa jahiliyyah juga berpuasa Hari ‘Asyuro’. Ketika beliau tiba di Madinah, beliau (juga) puasa Hari ‘Asyuro’ dan memerintahkan untuk berpuasa. Ketika telah diwajibkan puasa Romadhon beliau meninggalkan puasa Hari ‘Asyuro’, barangsiapa yang ingin puasa silakan, yang ingin tinggalkan juga silakan.”
[HR. Bukhory: 2002 dan Muslim: 1125].

Hadits di atas menunjukkan bahwa Hari ‘Asyuro’ sudah dikenal oleh orang-orang arab jahiliyyah, dan mereka memuliakan hari tersebut jauh-jauh hari sebelum diutusnya Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam-. Sebab memang saat itu masih ada sisa-sisa syareat Nabi Ibrohim yang mereka jaga, walaupun pada hakekatnya mereka melaksanakan kebalikannya.

Karena kemuliaan Hari ‘Asyuro’ ini di sisi mereka, mereka tidaklah memasang tirai penutup Ka’bah kecuali pada hari ini, sebagaimana diterangkan dalam hadits ‘Aisyah bahwasanya dia berkata:
كانوا يصومون عاشوراء قبل أن يفرض رمضان ، وكان يوماً تُسْتَرُ فيه الكعبة … الحديث

“Dulu (orang-orang) berpuasa pada hari ‘Asyuro sebelum diwajibkannya puasa Romadhon, (Hari ‘Asyuro’) adalah hari dipasangkannya tirai penutup Ka’bah…”
[HR Bukhory: 1592].

�� HUKUM PUASA 'ASYURO

Dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa hukum puasa Hari ‘Asyuro’ terbagi dalam dua periode, sebelum diwajibkannya puasa romadhon dan setelahnya.

Adapun sebelum diwajibkannya puasa Romadhon, para ulama berselisih pendapat tentang hukum puasa Hari ‘Asyuro’ apakah wajib atau mustahab.

Pendapat yang benar dalam permasalahan ini adalah pendapat yang mengatakan wajibnya puasa Asyuro setelah hijrohnya Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- ke Madinah, sebelum turunnya kewajiban puasa Romadhon. Ini adalah pendapat para ulama ahli tahqiq baik yang dulu atau sekarang.
Dalilnya adalah hadits Salamah bin Akwa’ dan Rubayyi’ binti Mu’awwidz yang diriwayatkan oleh Bukhory-Muslim.
أمر النبي – صلى الله عليه وسلم – رجلاً من أسلم أن أذن في الناس : أن من كان أكل فليصم بقية يومه، ومن لم يكن أكل فليصم ، فإن اليوم يوم عاشوراء

“Nabi –Shollallohu’alai wasallam- memerintahkan seorang laki-laki dari kabilah Aslam untuk menyerukan kepada manusia: bahwa siapa saja yang telah makan (pada hari itu) untuk berpuasa pada waktu yang tersisa (di hari itu), dan barangsiapa yang belum makan agar berpuasa, karena hari ini adalah Hari ‘Asyuro’.”

Demikian pula hadits ‘Aisyah yang telah lewat, bahwa Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- setelah tiba di Madinah memerintahkan untuk berpuasa hari ‘Asyuro.

Merupakan perkara yang disepakati bahwa suatu perintah itu menunjukkan wajibnya perkara yang diperintahkan.

Adapun setelah turunnya kewajiban puasa Romadhon pada tahun kedua hijriyah, kewajiban puasa ‘Asyuro dihapus, dan hukumnya menjadi mustahab (disebut juga dalam istilah ahli fiqih: sunnah).

Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah yang telah terdahulu bahwa setelah diwajibkannya puasa Romadhon, para sahabat diberi keluasan untuk memilih antara puasa dan tidak.

�� KEUTAMAAN PUASA 'ASYURO

Diriwayatkan dari Abu Qotadah bahwasanya Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- ditanya tentang puasa Hari ‘Asyuro’, Beliau menjawab:
يكفر السنة الماضية

“(Puasa hari itu) menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang lalu.”
[HR. Muslim: 1162]

Karena keutamaan yang besar inilah Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- sangat memperhatikan puasa pada hari itu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas ketika ditanya tentang puasa hari Asyuro:
ما علمت أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – صام يوماً
يطلب فضله على الأيام إلا هذا اليوم، ولا شهراً إلا هذا الشهر، يعني رمضان

“Tidaklah aku mengetahui Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- puasa pada suatu hari untuk mencari keutamaanya kecuali pada hari ini (yaitu hari Asyuro), dan tidak pula puasa pada suatu bulan kecuali pada bulan ini, yakni bulan Romadhon.”
[HR. Bukhory: 2006 danMuslim: 1132]

Dengan ini, tidaklah pantas bagi seorang muslim yang mengaku cinta kepada Rosulnya –Shollallohu’alai wasallam- untuk menyia-nyiakan keutamaan yang besar ini.

Kalau Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- yang telah Alloh ampuni dosa-dosanya baik yang terdahulu maupun yang akan datang, telah dijamin dengan surga dan aman dari panasnya neraka, sangat bersemangat dalam berpuasa pada hari Asyuro, maka kita yang tidak ada jaminan sedikitpun ini lebih pantas untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya.

Kemudian, perlu untuk diketahui bahwa apabila ada dalil-dalil yang menunjukkan bahwa suatu amalan tertentu bisa menghapuskan dosa, seperti puasa Asyuro ini, atau puasa Romadhan, puasa Arofah, wudhu, atau selainnya, yang dimaksudkan adalah dosa-dosa kecil, berdasarkan sabda Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam-:
الصلوات الخمس، والجمعة إلى الجمعة، ورمضان إلى رمضان،
مكفرات ما بينهن إذا اجتنب الكبائر

“Sholat lima waktu, jum’at yang satu sampai jum’at berikutnya, dan Romadhon yang satu sampai Romadhon berikutnya, adalah penghapus dosa-dosa yang dilakukan diantara (waktu-waktu tersebut) jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” 
[HR Muslim: 233]

Sisi pendalilan:
Jika ibadah-ibadah besar yang wajib seperti sholat lima waktu, sholat jumat, dan puasa Romadhon tidak bisa menghapus dosa-dosa besar maka terlebih lagi ibadah-ibadah yang lainnya.

Oleh karena itulah mayoritas ulama menyatakan bahwa dosa-dosa besar seperti riba, zina, pencurian, ghibah dan yang lainnya tidaklah bisa terhapus dengan amalan sholeh.

Dosa-dosa tersebut hanya bisa dihapus dengan taubat yang tulus atau dengan penegakan hukum had pada dosa-dosa yang disyareatkan had padanya.

�� HIKMAH DISYAREATKAN PUASA 'ASYURO

Hikmah pertama:
Sebagai bentuk Syukur kepada Alloh atas kemenangan orang-orang beriman atas orang-orang kafir.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas –Rodhiyallohu ‘anhuma- bahwasanya Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- ketika tiba di Madinah mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada Hari ‘Asyuro’ , maka beliu pun bertanya kepada mereka tentangnya, dan mereka menjawab: “Hari ini adalah hari dimana Alloh memenangkan Musa dan Bani Isroil atas Fir’aun, maka Musa berpuasa pada hari itu sebagai bentuk syukur, dan kamipun ikut berpuasa.” Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- berkata:
نحن أولى بموسى منكم

“Kami lebih berhak tentang Musa daripada kalian.” Kemudian beliau memerintahkan kami untuk berpuasa pada hari tersebut.”
[HR. Bukhori: 3943-Muslim: 1130]

Hadits ini menerangkan kepada kita bahwa hikmah disyareatkan puasa Asyuro adalah untuk memuliakan hari itu dan sebagai bentuk kesyukuran kepada Alloh atas keselamatan Musa dan Bani Isroil dan kehancuran Fir’aun beserta bala tentaranya. Jika Musa berpuasa padanya yang kemudian diikuti oleh orang-orang Yahudi, maka kita umat Islam lebih berhak daripada mereka untuk mengikuti Musa, sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi kita:
نحن أولى بموسى منكم

“Kami lebih berhak tentang Musa daripada kalian.”

Maknanya:
kami ini lebih berhak dan lebih dekat untuk mengikuti Musa, sebab agama kami dan agama Musa sama dari sisi pokok-pokok Syareatnya, adapun kalian (wahai yahudi) kalian tidaklah mengikuti Musa, bahkan kalian menyelisihinya dengan mengubah-ubah kitab kalian, jadi dengan ini kami lebih berhak untuk berpuasa pada hari ‘Asyuro daripada kalian.

Hikmah kedua:
Sebagai bentuk penyelisihan terhadap orang-orang Yahudi yang menjadikan ‘Asyuro sebagai hari raya.

Diriwayatkan dari abu Musa, bahwa beliau berkata: “Hari ‘Asyuro adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi, dan mereka menjadikannya sebagai hari raya. (Karena itulah) Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- berkata:
صوموه أنتم

“Puasalah kalian (pada hari itu).”
[HR. Bukhory: 3005 dan Muslim: 1131].

Pada riwayat Muslim dikatakan: “Orang-orang (Yahudi) Khoibar berpuasa pada hari Asyuro dan menjadikannya hari raya, mereka memakaikan hiasan-hiasan pada wanita-wanita mereka.”

Hadits ini dengan jelas menunjukkan bahwa diantara hikmah disyareatkannya puasa Asyuro adalah untuk menyelisihi kebiasaan orang Yahudi yang mereka menjadikannya sebagai hari raya, sebab pada hari raya seseorang tidaklah diperintahkan untuk puasa.

Untuk lebih menyempurnakan penyelisihan dengan orang-orang Yahudi, maka Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- juga berkeinginan untuk berpuasa pada hari kesembilan, sehingga benar-benar terjadi perbedaan nyata antara ibadah kaum muslimin dengan ibadah mereka.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- berpuasa pada hari ‘Asyuro dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa hari itu, para sahabat berkata: “Wahai Rosululloh, hari itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani?!
Maka Rosululloh –Shollallohu’alai wasallam- menjawab:
فإذا كان العام المقبل – إن شاء الله – صمنا اليوم التاسع

“(Kalau demikian) Insya Alloh pada tahun yang akan datang kita puasa pada hari kesembilan.”

Di riwayat yang lain beliau berkata: “Jika aku masih hidup tahun depan, sungguh aku akan puasa pada hari kesembilan.”

Akan tetapi belum sampai datang tahun tersebut Rosululloh sudah meninggal.
[HR Muslim: 1134]

Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang ingin berpuasa ‘Asyuro, disunnahkan juga untuk untuk berpuasa pada hari ke sembilan agar penyelisihan terhadap ibadah orang-orang Yahudi lebih jelas.

Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan oleh imam al-Baihaqi (4/287)[1]. Bahwa dia berkata:
صوموا التاسع والعاشر خالفوا اليهود

“Puasalah kalian pada hari kesembilan dan kesepuluh, selisihilah orang-orang Yahudi.”
[Atsar ini juga diriwayatkan oleh: Abdurrozzaq (7839) dan Ath-Thohawy (2/78) dengan sanad yang shohih, telah menshohihkannya Syaikh Al-Albany (lihat: Catatan kaki Shohih Sunan Abi Dawud: 7/207)].

Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana syareat kita ini sangat bertentangan dengan penyerupaan diri terhadap orang-orang kafir, lalu bagaimana dengan keadaan kebanyakan kita saat ini yang berlomba-lomba untuk mengambil perkara-perkara yang datang dari mereka??!!

Semoga Alloh memberikan hidayah Nya kepada kita semua.
       * * *

_____________
Catatan kaki:
[1] Sebelum direvisi tertulis: muslim, kami ucapkan syukur kepada akhuna fillah Wahyu Ario Sadono -waffaqohulloh- yang telah megirimkan email berupa teguran tantang adanya kekeliruan yang tidak kami sadari ini. Semoga Alloh membalasnya dengan kebaikan.

�� Faedah ini ana ambil / nukil dari risalah yg berjudul: "BULAN MUHARRAM Keutamaan, Kebid’ahan, dan Khurofat Tentangnya (REVISI)
�� Ditulis oleh:
Abu Zakaria Irham bin Ahmad Al-Jawiy (Purworejo) waffaqohulloh
�� di Darul hadits Dammaj, Sabtu 18 Dzulhijjah 1433 (Selesai direvisi: Rabu, 6 Muharram 1434)

Comments
0 Comments

0 comments

Post a Comment

Dengan berkomentar maka Anda telah membantu Saya mengingat kembali postingan yang saya publikasikan. Terima Kasih...