06 March 2016

BELAJAR UTK MENJADI PEBDENGAR YG BAIK. Karena menjadi pendengar ilmu yg baik merupakan akhlak mulia yang menunjukkan pemiliknya memiliki sifat tawadhu'.

[7:00 05/03/2016] ‪+62 882-6169-5337‬: بسم الله الرحمن الرحيم

MAROTIB ILMU (bagian 2)

Sebelum belajar ilmu,
1⃣����BELAJAR UTK MENJADI PEBDENGAR YG BAIK. Karena menjadi pendengar ilmu yg baik merupakan akhlak mulia yang menunjukkan pemiliknya memiliki sifat tawadhu'.

Dalam perkara ilmu, diperlukan adab dan kesabaran untuk bisa mendengarkan dengan seksama pembicaraan atau penjelasan orang lain, apalagi yg disampaikan tersebut telah ia dengar dan telah ia ketahui sebelumnya.

Para salaf kita, mereka adalah para pendengar yang baik ;

عن عطاء: إِنَّ الرَّجُلَ لَيُحَدِّثُنِي بِالْحَدِيْثِ، فَأُنْصِتُ لَهُ كَأَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ، وَقَدْ سَمِعْتُهُ قَبْلَ أَنْ يُوْلَدَ

'Atho rahimahullah berkata, "Sesungguhnya seseorang menyampaikan kepadaku tentang suatu pembicaraan, maka akupun seksama mendengarkannya seakan-akan aku tidak pernah mendengarnya, padahal aku telah mengetahuinya sebelum ia dilahirkan" (Siyar A'laam An-Nubalaa 5/86)

Tingkatan selanjutnya yg disebutkan oleh Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, yaitu;
2⃣����MEMAHAMINYA DENGAN BAIK.

Mereka yg berhias dengan sifat pendengar yang baik, yg hal itu sulit dicapai kecuali oleh mereka yg memiliki sifat tawadhu. maka merekalah orang2 yang Allah kehendaki kebaikan, yaitu dengan dipahamkannya mereka atas ilmu dien, sebagaimana hadits dari Mu’awiyah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ;

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037)

Kemudian syaikh menyebutkan hadits Nabi shalallahu 'alaihi wasalam yg menunjukkan bhw orang yg mendengar ilmu kadang dianugerahkan pemahaman yg lebih dari orang yg menyampaikannya, tentu saja jika yg mendengar ilmu memiliki sifat tawadhu' karena tidaklah air itu mengalir kecuali menuju ke tempat-tempat yg rendah dan menjauhi tempat2 yg tinggi ;

نَضَّرَ اللهُ امْرَءاً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثاً فَحَفِظَهُ – وفي لفظٍ: فَوَعَاها وَحَفِظَها – حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حامِلِ فِقْهٍ إلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ

“Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar hadits dariku, lalu dia menghafalnya dan memeliharanya, hingga (kemudian) dia menyampaikannya (kepada orang lain), terkadang orang yang membawa ilmu agama menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang membawa ilmu agama tidak memahaminya” (Hadits yang shahih dan mutawatir, diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi no. 2656

Demikianlah karunia Allah, rezeki yg utama dari Allah berupa ilmu yang bermanfaat bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.

Berkata Ibnu Khair, bahwa:
"Ilmu itu adalah kemampuan mengambil dalil dan mengetahui makna sebuah ucapan dengan cara memahaminya, yang mana hal ini mengandung kewajiban untuk memahami dan mendalami makna hadits serta mengeluarkan ilmunya yang masih tersimpan."

Maka memahami (tafaqquh) ilmu dien itu lebih jauh jangkauannya daripada sekadar berpikir, dan untuk mencapai memahami ilmu dimulai dengan berfikir (tafakkur), banyak ayat yg menganjurkan untuk tafakkur, diantaranya ;

كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُون

"Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir." (Al-Baqarah: 219)

Tafakkur dengan memusatkan perhatian untuk melihat ayat2 Allah, sehingga terbuka kekuatan akal pikiran yang akan memperkuat keimanan hingga mampu mendalami hukum2 Allah yang menghasilkan kemenangan ilmiah. Demikianlah Allah ta'ala berfirman atas mereka2 yg telah terbuka hal ini atasnya ;

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ

"Katakanlah: 'Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?' Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)." (Al-An'am: 50).

Dan sebaliknya bagi orang2 yang masih tertutup pemahaman ilmu baginya ;

فَمَالِ هَؤُلاءِ الْقَوْمِ لا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا

"Maka mengapa orang-orang itu hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun." (An-Nisaa': 78).

Jadi, memahami ilmu (tafaqquh) merupakan hasil dari berpikiir (tafakkur) yang bisa mem buka kekuatan akal pikiran biidznillah.

Namun disisi lain dalam memahami ilmu dien ini harus dibatasi dengan dalil dan juga harus dijauhkan dari mengikuti hawa nafsu.

وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ

"Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah: 120).

��Maka, berusahalah menghiasi dirimu dengan selalu bertafakkur, menganalisa, memahami dan mendalami ilmu, sehingga engkau bukan lagi hanya sekedar memahami hukum-hukum syari'at namun sudah mampu menyimpulkan hukum-hukum itu, atau apa yang disebut oleh para fuqoha sebagai orang yang mampu menghubungkan hukum syar'i dengan sumber aslinya. Yaitu menyimpulkan cabang-cabang hukum dari ushul (pokok) diatas seluruh kaedah-kaedah syari'at Islam.

Dan juga wajib untuk memahami nash-nash syar'i dari hal-hal yang melatar belakangi hukum-hukumnya hingga pada tujuan keseluruhan hukum syari'at ini, agar kejahilan benar-benar hilang darimu. Karena tidaklah ilmu itu diupayakan kecuali untuk mengangkat kejahilan dari diri. Engkau baru bisa dikatakan faqih fiddien apabila ketika berhadapan dengan masalah yg tidak ada nash padanya, engkau bisa menetapkan hukum atasnya.

Sesungguhnya Allah ta'ala lah yg memberikan karunia pemahaman pada setiap orang yang dikehendaki-Nya disetiap cabang ilmu yg berbeda dengan tingkat pemahaman yang berbeda pula. Perbanyaklah meminta pada Allah agar dibukakannya kekuatan akal pikiran sehingga bisa memahami berbagai bab masalah dalam agama ini, sebagaimana yg juga diminta oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam do'anya :

اللهم يا معلم آدم وإبراه‍يم علمني ،يا مفهم سليمان فه‍مني

"Ya Allah, wahai Dzat yang mengajarkan Adam dan Ibrahim, ajarkanlah kepadaku. Wahai Dzat yang memberikan kepahaman kepada Sulaiman, pahamkanlah aku." (Majmuu'al Fatawa [IV/38]).

نسأل الله التوفيق والإخلاص في العلم والعمل

----------------------
✍��25 Jumadil Awwal 1437 H
Dari :Dars kitab Hilya Tholabul ilmi syarh Syaikh Al-Utsaimin bersama ustadz Abu Zakaria Irham waffaqohullah
Markiz Al-Utsmaniy, Purworejo ~harosahulloh~.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

�� Faedah ini����ana terima pada [5/3/2016 06.34] dari al akh Abu Ahmas Purworejo hafidzohulloh wa jazahullohu khoyro.
[7:02 05/03/2016] ‪+62 882-6169-5337‬: Dgn sdikit perubahan dari ana (Abu Jundi) berupa penambahan "aksesoris" tanpa merubah kandungan maknanya.

Comments
0 Comments

0 comments

Post a Comment

Dengan berkomentar maka Anda telah membantu Saya mengingat kembali postingan yang saya publikasikan. Terima Kasih...