بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
TAWADHU’
Nabi shollalohu alaihi wa sallam bersabda:
«وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ»
“Sesungguhnya Alloh telah mewahyukan kepadaku untuk (kalian) saling bertawadhu’ agar tidak ada yang bersikap sombong satu dengan sama lainnya. Dan tidak pula berbuat sewenang-wenang satu dengan yang lainnya.” [HR. Muslim (no.2865) dari ‘Iyadh bin Himar rodhiyaAllohu anhu]
Nabi shollalohu alaihi wa sallam berkata:
«مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ»
“Shodaqoh tidaklah mengurangi dari harta, dan tidaklah Alloh menambah seorang hamba dengan mema’afkan kecuali (akan bertambah) kemulian. Dan tidaklah seorang bertawadhu’ karena Alloh kecuali Alloh akan mengangkatnya.” [HR. Muslim (no.2588) dari Abu Huroiroh rodhiyaAllohu]
Abu Huroiroh rodhiyaAllohu anhu mengatakan:
«رَأْسُ التَّوَاضُعِ أَنْ تَبْدَأَ مَنْ لَقِيْتَ بِالسَّلاَمِ، وَأَنْ تَرْضَى بِالدُوْنِ مِنَ المَجْلِسِ».
“Inti daripada tawadhu adalah engkau memulai salam kepada siapa saja yang engkau temui dan rela (mau) untuk pada perkara yang lebih rendah ketika bermajlis.” [lihat “Uyunul Akhbar” (1/309)]
‘Abdul Malik bin ‘Umair rohimahulloh berkata:
لَقَدْ رَأَيْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَبِي لَيْلَى فِي حَلَقَةٍ فِيهَا نَفَرٌ مِنْ الصَّحَابَةِ يَسْتَمِعُونَ لِحَدِيثِهِ وَيُنْصِتُونَ لَهُ مِنْهُمْ الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ .
“Sungguh aku telah melihat ‘Abdurrohman bin Abi Laila pada majlisnya terdapat beberapa orang dari para shohabat yang mendengarkan haditsnya, di antaranya adalah Al-Barra’ bin ‘Azib rodhiyaAllohu anhu.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/91)]
Mujahid rohimahulloh mengatakan:
«صَحِبْتُ ابْنَ عُمَرَ، وَإِنِّي أُرِيْدُ أَنْ أَخْدُمَهُ، فَكَانَ يَخْدُمُنِي».
“Aku menyertai Ibnu ‘Umar dalam keadaan aku ingin membantunya, akan tetapi ialah yang membantuku.” [lihat “Al-Hilyah” (2/11)]
Al-Ashmu’i rohimahulloh mengatakan:
«مَنْ لَمْ يَحْمِلْ ذُلَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً بَقِيَ فِي ذُلِّ الْجَهْلِ أَبَدًا»
“Barang siapa yang tidak pernah merasakan rendah ketika menuntut ‘ilmu, maka dia senantiasa dalam kerendahan kebodohan selama-lamanya.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/91)]
‘Abdulloh bin Mu’taz rohimahulloh mengatakan:
«الْمُتَوَاضِعُ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ أَكْثَرُهُمْ عِلْمًا كَمَا أَنَّ الْمَكَانَ الْمُنْخَفِضَ أَكْثَرُ الْبِقَاعِ مَاءً»
“Orang yang tawadhu’ dalam menuntut ‘ilmu aadalah yang paling banyak ‘ilmunya, sebagaimana tempat yang rendah paling banyak tempat airnya.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/91)]
Abu ‘Amir An-Nasawi rohimahulloh mengatakan:
الْعِـلْـمُ يَـأْتـِي كُـلَّ ذِي خَـفْـضٍ وَيَـأْبَـى
كُـلَّ آبـِي كَالْمـَاءِ يَـنْزِلُ فِي الـْوِهَـادِ وَلـَيْسَ يَصْـعَدُ فـِي الـرَّوَابـِي
“‘Ilmu itu datang kepada yang sesuatu rendah dan sangatlah tidak mau (datang) kepada orang yang enggan (merendah).
(hal itu) bagaikan air yang turun ke tanah yang rendah dan tidaklah (mungkin) air tersebut naik ke tempat yang tinggi.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/91)]
Sufyan Ats-Tsauri rohimahulloh mengatakan:
«مَنْ تَرَأَّسَ فِي حَدَاثَتِهِ كَانَ أَدْنَى عُقُوبَتِهِ أَنْ يَفُوتَهُ حَظٌّ كَثِيرٌ مِنْ الْعِلْمِ»
“Barang siapa yang ingin menjadi pemimpin pada awal mulanya, maka paling ringan sebab akibatnya yang ia dapatkan adalah banyak kehilangan bagian ‘ilmu.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/112)]
Abu Hanifah rohimahulloh mengatakan:
«مَنْ طَلَب الرِّيَاسَةَ بِالْعِلْمِ قَبْلَ أَوَانِهِ لَمْ يَزَلْ فِي ذُلٍّ مَا بَقِيَ»
“Barang siapa mencari kepemimpinan dengan hal ‘ilmu sebelum waktunya, maka dia senantiasa dalam kehinaan pada sisa hidupnya.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/112)]
Asy-Syafi’i rohimahulloh mengatakan:
«إذَا تَرَأَّسْتَ فَلَا سَبِيلَ إلَى التَّفَقُّهِ»
“Apabila kau menjadi pemimpin, maka tidak ada jalan untuk tafaqquh.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/112)]
Ayyub bin Abi Tamimah rohimahulloh mengatakan:
«يَنْبَغِي لِلْعَالِمِ أَنْ يَضَعَ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهِ تَوَاضُعًا لِلَّهِ»
“Selayaknya bagi ‘Alim untuk meletakkan tanah di atas kepalanya sebagai (bentuk) tawadhu’ kepada Alloh.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/112)]
Zaid bin Wahb rohimahulloh mengatakan:
«رَأَيْتُ بَيْنَ كَتِفَيْ عُمَرَ أَرْبَعَ عَشْرَةَ رُقْعَةً بَعْضُهَا مِنْ أَدَمٍ»
“Aku melihat di antara lengan ‘Umar ada 14 tambalan yang sebagiannya dari kulit.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/115)]
Anas bin Malik rohimahulloh mengatakan:
«رَأَيْتُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَهُوَ يَوْمَئِذٍ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ قَدْ رَقَّعَ بَيْنَ كَتِفَيْهِ ثَلَاثَ رِقَاعٍ لُبِّدَ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ»
“Aku melihat ‘Umar rodhiyaAllohu anhu yang saat itu beliau menjadi Amirul Mukminin, telah di tambal di antara dua lengannya 3 tambalan yang satu sama lainnya sudah di tambal.”
Sulaiman bin Harb rohimahulloh mengatakan:
«لَوْ نَظَرْتَ إلَى ثِيَابِ شُعْبَةَ لَمْ تَكُنْ تَسْوَى عَشَرَةَ دَرَاهِمَ»
“Kalau kau lihat bajunya Syu’bah, maka tidak menyamai 10 dirham.” [lihat “Adabusy Syari’ah” (2/115)]
Abu Hazim rohimahulloh mengatakan:
«لَا يَكُونُ الْعَالِمُ عَالِمًا حَتَّى يَكُونَ فِيهِ ثَلَاثُ خِصَالٍ : لَا يُحَقِّرُ مَنْ دُونَهُ فِي الْعِلْمِ ، وَلَا يَحْسُدُ مَنْ فَوْقَهُ ، وَلَا يَأْخُذُ دُنْيَا»
“Tidaklah seorang ‘Alim menjadi ‘Alim sampai terdapat padanya 3 sifat: tidak melecehkan yang di bawahnya dalam ‘ilmu, tidak iri kepada yang di atasnya dan tidak mengambil dunia.”
Al-Hasan Al-Bashri rohimahulloh mengatakan:
«الْفَقِيهُ الْوَرِعُ الزَّاهِدُ الْمُقِيمُ عَلَى سُنَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي لَا يَسْخَرُ بِمَنْ أَسْفَلَ مِنْهُ وَلَا يَهْزَأُ بِمَنْ فَوْقَهُ وَلَا يَأْخُذُ عَلَى عِلْمٍ عَلَّمَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ حُطَامًا»
“Seorang faqih yang waro’ dan zuhud adalah yang beristiqomah di atas sunnah Muhammad shollallohu alaihi wa sallam yang tidak mengolok-olok siapa yang di bawahnya dan melecehkan siapa yang di atasnya dan tidaklah ia mengambil ‘ilmu dengan apa yang telah Alloh ajarkan kepadanya menjadi sebuah (sebab) kehancuran.”
Faedah ini ana dapat dari Ustadz Fuad Hasan Ngawi